BAB 1
APAKAH PENELITIAN ITU?
Kata penelitian atau riset dipergunakan dalam
pembicaraan sehari-hari untuk melingkup spektrum arti yang luas, yang dapat
membuat bingung mahasiswa—terutama mahasiswa pascasarjana—yang harus
mempelajari arti kata tersebut dengan tanda-tanda atau petunjuk yang jelas
untuk membedakan yang satu dengan yang lain. Dapat saja, sesuatu yang dulunya
dikenali sebagai penelitian ternyata bukan, dan beberapa konsep yang salah
tentunya harus dibuang dan diganti konsep yang benar.
Pada dasarnya, manusia selalu ingin tahu dan
ini mendorong manusia untuk bertanya dan mencari jawaban atas pertanyaan itu.
Salah satu cara untuk mencari jawaban adalah dengan mengadakan penelitian. Cara
lain yang lebih mudah, tentunya, adalah dengan bertanya pada seseorang atau
“bertanya” pada buku—tapi kita tidak selalu dapat mendapat jawaban, atau kita
mungkin mendapatkan jawaban tapi tidak meyakinkan.
Pengertian penelitian sering dicampuradukkan
dengan: pengumpulan data atau informasi, studi pustaka, kajian dokumentasi, penulisan
makalah, perubahan kecil pada suatu produk, dan sebagainya. Kata penelitian
atau riset sering dikonotasikan dengan bekerja secara eksklusif menyendiri di
laboratorium, di perpustakaan, dan lepas dari kehidupan sehari-hari.
Menjadi tujuan bab ini untuk menjelaskan
pengertian penelitian dan membedakannya dengan hal-hal yang bukan penelitian.
Pengertian penelitian yang disarankan oleh Leedy (1997: 3) sebagai berikut:
Penelitian (riset) adalah proses yang sistematis meliputi pengumpulan dan
analisis informasi (data) dalam rangka meningkatkan pengertian kita tentang
fenomena yang kita minati atau menjadi perhatian kita.
Mirip dengan pengertian di atas, Dane (1990:
4) menyarankan definisi sebagai berikut: Penelitian merupakan proses kritis
untuk mengajukan pertanyaan dan berupaya untuk menjawab pertanyaan tentang
fakta dunia. Seperti disebutkan di atas, mungkin di masa lalu, kita mendapatkan
banyak konsep (pengertian) tentang penelitian, yang sebagian daripadanya
merupakan konsep yang salah. Untuk memperjelas hal tersebut, di bawah ini
dikaji pengertian yang “salah” tentang penelitian (menurut kita—kaum
akademisi).
Pengertian yang salah
tentang Penelitian
Secara umum, berdasar konsep-konsep yang
“salah” tentang penelitian, maka perlu digarisbawahi empat pengertian sebagai
berikut:
(1) Penelitian bukan hanya mengumpulkan informasi (data)
(2) Penelitian bukan hanya memindahkan fakta dari suatu
tempat ke tempat lain
(3) Penelitian bukan hanya membongkar-bongkar mencari
informasi
(4) Penelitian bukan suatu kata besar untuk menarik
perhatian.
Lebih lanjut
kesalahan pengertian tersebut dijelaskan di bawah ini.
1.
Penelitian bukan hanya mengumpulkan informasi (data)
Pernah suatu ketika, seorang
mahasiswa mengajukan usul (proposal) penelitian untuk “meneliti” sudut
kemiringan sebuah menara pemancar TV di kotanya. Ia mengusulkan untuk
menggunakan peralatan canggih dari bidang keteknikan untuk mengukur kemiringan
menara tersebut. Meskipun peralatannya canggih, tetapi yang ia lakukan
sebenarnya hanyalah suatu survei (pengumpulan
data/informasi) saja, yaitu mengukur kemiringan menara tersebut, dan survei itu
bukan penelitian (tapi bagian dari suatu penelitian). Para siswa suatu SD kelas
4 diajak gurunya untuk melakukan “penelitian” di perpustakaan. Salah seorang
siswa mempelajari tentang Columbus dari beberapa buku. Sewaktu pulang ke rumah,
ia melapor kepada ibunya bahwa ia baru saja melakukan penelitian tentang
Columbus. Sebenarnya, yang ia lakukan hanya sekedar mengumpulkan informasi,
bukan penelitian. Mungkin gurunya bermaksud untuk mengajarkan keahlian mencari
informasi dari pustaka (reference skills).
Seorang mahasiswa telah
menyelesaikan sebuah makalah tugas “penelitian” tentang teknik -teknik
pembangunan bangunan tinggi di Jakarta. Ia telah berhasil mengumpulkan banyak
artikel dari suatu majalah konstruksi bangunan dan secara sistematis
melaporkannya dalam makalahnya, dengan disertai teknik acuan yang benar. Ia
mengira telah melakukan suatu penelitian dan menyusun makalah penelitian.
Sebenarnya, yang ia lakukan hanyalah: mengumpulkan informasi/data, merakit
kutipan-kutipan pustaka dengan teknik pengacuan yang benar. Untuk disebut
sebagai penelitian, yang dikerjakannya kurang satu hal, yaitu: interpretasi
data. Hal ini dapat dilakukan dengan cara antara lain menambahkan misalnya:
“Fakta yang terkumpul menunjukkan indikasi bahwa faktor x dan y sangat
mempengaruhi cara pembangunan bangunan tinggi di Jakarta”. Dengan demikian, ia
bukan hanya memindahkan informasi/data/fakta dari artikel majalah ke
makalahnya, tapi juga menganalis informasi/data/fakta sehingga ia mampu untuk
menyusun interpretasi terhadap informasi/data/fakta yang terkumpul tersebut.
3.
Penelitian bukan hanya membongkar-bongkar mencari
informasi
Seorang Menteri menyuruh stafnya
untuk memilihkan empat buah kotamadya (di wilayah Indonesia bagian timur) yang
memenuhi beberapa kriteria untuk diberi bantuan pembangunan prasarana dasar
perkotaan. Stafnya tersebut berpikir bahwa ia harus melakukan “penelitian”. Ia
kemudian pergi ke Kantor Statistik, membongkar arsip/dokumen statistik
kotamadya -kotamadya yang ada di wilayah IBT tersebut. Dengan membandingkan
data statistik yang terkumpul dengan kriteria yang diberi oleh Menteri, ia
berhasil memilih empat kotamadya yang paling memenuhi kriteria-kriteria
tersebut. Staf tersebut melaporkan hasil “penelitiannya” ke Menteri. Sebenarnya
yang dilakukan oleh staf tersebut hanyalah mencari data (data searching, rummaging) dan
mencocokknnya (matching) dengan
kriteria , dan itu bukan penelitian.
4.
Penelitian bukan suatu kata besar untuk menarik perhatian
Kata “…penelitian” sering dipakai
oleh surat kabar, majalah populer, dan iklan untuk menarik perhatian
(“mendramatisir”). Misalnya, berita di surat kabar: “Presiden akan melakukan
penelitian terhadap Pangdam yang ingin ‘mreteli’ kekuasaan Presiden”. Contoh
lain: berita “Semua anggota DPRD tidak perlu lagi menjalani penelitian khusus
(litsus)”. Contoh lain lagi: “Produk ini merupakan hasil penelitian
bertahun-tahun” (padahal hanya dirubah sedikit formulanya dan namanya diganti
agar konsumen tidak bosan).
Pengertian
yang benar tentang Penelitian dan Karakteristik Proses Penelitian
Pengertian yang benar tentang penelitian sebagai berikut, menurut Leedy
(1997: 5): Penelitian adalah suatu proses untuk
mencapai (secara sistematis dan didukung oleh data) jawaban terhadap suatu
pertanyaan, penyelesaian terhadap permasalahan, atau pemahaman yang dalam
terhadap suatu fenomena.
Proses tersebut, yang sering disebut sebagai metodologi penelitian, mempunyai delapan macam
karakteristik:
1)
Penelitian dimulai dengan suatu pertanyaan atau permasalahan.
2) Penelitian
memerlukan pernyataan yang jelas tentang tujuan.
3) Penelitian
mengikuti rancangan prosedur yang spesifik.
4) Penelitian
biasanya membagi permasalahan utama menjadi sub-sub masalah yang lebih dapat
dikelola.
5) Penelitian
diarahkan oleh permasalahan, pertanyaan, atau hipotesis penelitian yang
spesifik.
6) Penelitian
menerima asumsi kritis tertentu.
7) Penelitian
memerlukan pengumpulan dan interpretasi data dalam upaya untuk mengatasi
permasalahan yang mengawali penelitian.
8) Penelitian
adalah, secara alamiahnya, berputar secara siklus; atau lebih tepatnya,
seperti terlihat
pada gambar di bawah ini.
Macam
Tujuan Penelitian
Seperti dijelaskan di atas, penelitian
berkaitan dengan pertanyaan atau keinginan tahu manusia (yang tidak ada
hentinya) dan upaya (terus menerus) untuk mencari jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dengan demikian, tujuan terujung suatu
penelitian adalah untuk merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan menemukan
jawaban-jawaban terhadap pertanyaan penelitian tersebut. Tujuan dapat beranak
cabang yang me ndorong penelitian lebih lanjut. Tidak satu orangpun mampu
mengajukan semua pertanyaan, dan demikian pula tak seorangpun sanggup menemukan
semua jawaban bahkan hanya untuk satu pertanyaan saja. Maka, kita perlu membatasi
upaya kita dengan cara membatasi tujuan penelitian. Terdapat
bermacam tujuan penelitian, dipandang dari usaha untuk membatasi ini, yaitu:
1)
eksplorasi (exploration)
2)
deskripsi (description)
3)
prediksi (prediction)
4) eksplanasi
(explanation) dan
5)
aksi (action).
Penjelasan untuk tiap macam tujuan diberikan
di bawah ini. Tapi perlu kita ingat bahwa penentuan tujuan, salah satunya,
dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengethaun yang terkait dengan permasalahan yang
kita hadapi (“state of the art”). Misal, bila masih “samarsamar”, maka kita perlu bertujuan
untuk menjelajahi (eksplorasi) dulu. Bila sudah pernah dijelajahi dengan cukup,
maka kita coba terangkan (deskripsikan) lebih lanjut.
1.
Eksplorasi
Seperti
disebutkan di atas, bila kita ingin menjelajahi (mengeksplorasi) suatu topik
(permasalahan), atau untuk mulai memahami suatu topik, maka kita lakukan
penelitian eksplorasi. Penelitian esplorasi (menjelajah) berkaitan dengan upaya
untuk menentukan apakah suatu fenomena ada atau tidak. Penelitian yang
mempunyai tujuan seperti ini dip akai untuk menjawab bentuk pertanyaan “Apakah
X ada/terjadi?”. Contoh penelitian sederhana (dalam ilmu sosial): Apakah
laki-laki atau wanita mempunyai kcenderungan duduk di bagian depan kelas atau
tidak? Bila salah satu pihak atau keduanya mempunyai kecend erungan itu, maka
kita mendapati suatu fenomena (yang mendorong penelitian lebih lanjut).
Penelitian eksplorasi dapat juga sangat kompleks. Umumnya, peneliti memilih
tujuan eksplorasi karena tuga macam maksud, yaitu: (a) memuaskan keingintahuan
awal dan nantinya ingin lebih memahami, (b) menguji kelayakan dalam melakukan
penelitian/studi yang lebih mendalam nantinya, dan (c) mengembangkan metode
yang akan dipakai dalam penelitian yang lebih mendalam. Hasil penelitian eksplorasi, karena
merupakan penelitian penjelajahan, maka sering dianggap tidak memuaskan.
Kekurang-puasan terhadap hasil penelitian ini umumnya terkait dengan masalah
sampling (representativeness)—menurut
Babbie 1989: 80. Tapi perlu kita sadari bahwa penjelajahan memang berarti
“pembukaan jalan”, sehingga setelah “pintu terbuka lebar-lebar” maka diperlukan
penelitian yang lebih mendalam dan terfokus pada sebagian dari “ruang di balik
pintu yang telah terbuka” tadi.
2. Deskripsi
Penelitian deskriptif berkaitan
dengan pengkajian fenomena secara lebih rinci atau membedakannya dengan
fenomena yang lain. Sebagai contoh, meneruskan contoh pada bahasan penelitian
eksplorasi di atas, yaitu misal: ternyata wanita lebih cenderung duduk di
bagian depan kelas daripada laki-laki, maka penelitian lebih lanjut untuk lebih
memerinci: misalnya, apa batas atau pengertian yang lebih tegas tentang “bagian
depan kelas”? Apakah duduk di muka tersebut berkaitan dengan macam mata
pelajaran? tingkat kemenarikan guru yang mengajar? ukuran kelas? Penelitian
deskriptif menangkap ciri khas suatu obyek, seseorang, atau suatu kejadian pada
waktu data dikumpulkan, dan ciri khas tersebut mungkin berubah dengan
perkembangan waktu. Tapi hal ini bukan berarti hasil penelitian waktu lalu
tidak berguna, dari hasil-hasil tersebut kita dapat melihat perkembangan
perubahan suatu fenomena dari masa ke masa.
3.
Prediksi
Penelitian prediksi berupaya mengidentifikasi
hubungan (keterkaitan) yang memungkinkan kita berspekulasi
(menghitung) tentang sesuatu hal (X) dengan mengetahui (berdasar)
hal yang lain (Y). Prediksi sering kita pakai sehari-hari, misalnya dalam
menerima mahasiswa baru, kita gunakan skor minimal tertentu—yang artinya dengan
skor tersebut, mahasiswa mempunyai kemungkinan besar untuk berhasil dalam
studinya (prediksi hubungan antara skor ujian masuk dengan tingkat keberhasilan
studi nantinya).
4.
Eksplanasi
Penelitian eksplanasi mengkaji
hubungan sebab-akibat diantara dua fenomena atau lebih. Penelitian seperti ini
dipakai untuk menentukan apakah suatu eksplanasi (keterkaitan sebab-akibat)
valid atau tidak, atau menentukan mana yang lebih valid diantara dua (atau
lebih) eksplanasi yang saling bersaing. Penelitian eksplanasi (menerangkan) juga
dapat bertujuan menjelaskan, misalnya, “mengapa” suatu kota tipe tertentu
mempunyai tingkat kejahatan lebih tinggi dari kota-kota tipe lainnya. Catatan:
dalam penelitian deskriptif hanya dijelaskan bahwa tingkat kejahatan di kota
tipe tersebut berbeda dengan di kota-kota tipe lainnya, tapi tidak dijelaskan
“mengapa” (hubungan sebab-akibat) hal tersebut terjadi.
5.
Aksi
Penelitian
aksi (tindakan) dapat meneruskan salah satu tujuan di atas dengan penetapan
persyaratan untuk menemukan solusi dengan bertindak sesuatu. Penelitian ini
umumnya dilakukan dengan eksperimen tidakan dan mengamati hasilnya; berdasar
hasil tersebut disusun persyaratan solusi. Misal, diketahui fenomena bahwa
meskipun suhu udara luar sudah lebih dingin dari suhu ruang, orang tetap
memakai AC (tidak mematikannya). Dalam eksperimen penelitian tindakan dibuat
berbagai alat bantu mengingatkan orang bahwa udara luar sudah lebih dingin dari
udara dalam. Ternyata
dari beberapa alat bantu, ada satu yang paling dapat diterima. Dari temuan itu
disusun persyaratan solusi terhadap fenomena di atas.
Hubungan
Penelitian dengan Perancangan
Hasil penelitian, antara lain berupa teori, disumbangkan ke khazanah ilmu
pengetahuan, sedangkan ilmu yang ada di khazanah tersebut dimanfaatkan oleh
para perancang/perencana/pengembang untuk melakukan kegiatan dalam bidang keahliannya.
Menurut Zeisel (1981), perancangan mempunyai tiga langkah utama, yaitu: imaging, presenting dan testing, sedangkan imaging dilakukan berdasar empirical knowledge.
Perancangan/perencanaan/pengembangan, selain menggunakan pengetahuan dari
khazanah ilmu pengetahuan, juga mempertimbangkan hal-hal lain, seperti
estetika, perhitungan ekonomis, dan kadang pertimbangan politis, dan lain-lain.
Terhadap hasil perencanaan/perancangan/pengembangan juga dapat dilakukan
penelitian evaluasi yang hasilnya juga akan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan.
BAB 2
RAGAM PENELITIAN
Penelitian
itu bermacam-macam ragamnya. Dalam bab “Pengantar: Apakah Penelitian Itu?”
telah dibahas macam penelitian dilihat dari macam tujuannya, maka dalam bab ini
ragam (variasi) penelitian dilihat dari:
1) macam
bidang ilmu
2) macam
pembentukan ilmu
3) macam
bentuk data
4) macam
paradigma keilmuan yang dianut
5) macam
strategi (esensi alamiah data, proses pengumpulan dan pengolahan data)
6) lain-lain.
Selain itu, sebetulnya masih banyak ragam
penelitian dilihat dari segi lainnya, tapi dalam bab
ini tidak akan
dibahas—karena tidak berkaitan dengan program studi kuliah ini.
Ragam
Penelitian menurut Bidang Ilmu
Secara umum, ilmu-ilmu dapat dibedakan antara ilmu-ilmu dasar dan ilmu-ilmu
terapan. Termasuk kelompok ilmu dasar, antara lain ilmu-ilmu yang dikembangkan
di fakultas-fakultas MIPA (Mathematika, Fisika, Kimia, Geofosika), Biologi, dan
Geografi.
Kelompok ilmu terapan meliputi antara lain: ilmu-ilmu teknik, ilmu
kedokteran, ilmu teknologi pertanian. Ilmu-ilmu dasar dikembangkan lewat
penelitian yang biasa disebut sebagai “penelitian dasar” (basic research), sedangkan penelitian
terapan (applied research) menghasilkan
ilmu-ilmu terapan. Penelitian terapan (misalnya di bidang fisika bangunan)
dilakukan dengan memanfaatkan ilmu dasar (misal: fisika). Oleh para perancang
teknik, misalnya, ilmu terapan dan ilmu dasar dimanfaatkan untuk membuat
rancangan keteknikan (misal: rancangan bangunan). Tentu saja, dalam merancang,
para ahli teknik bangunan tersebut juga mempertimbangkan hal-hal lain,
misalnya: keindahan, biaya, dan sentuhan budaya. Catatan: Suriasumantri (1978:
29) menamakan penelitian dasar tersebut di atas sebagai “penelitian murni”
(penelitian yang berkaitan dengan “ilmu murni”, contohnya: Fisika teori).
Pada perkembangan keilmuan terbaru, sering sulit menngkatagorikan ilmu
dasar dibedakan dengan ilmu terapan hanya dilihat dari fakultasnya saja. Misal,
di Fakultas Biologi dikembangkan ilmu biologi teknik (biotek), yang mempunyai
ciri-ciri ilmu terapan karena sangat dekat dengan penerapan ilmunya ke praktek
nyata (perancangan produk). Demikian juga, dulu Ilmu Farmasi dikatagorikan
sebagai ilmu dasar, tapi kini dimasukkan sebagai ilmu terapan karena dekat
dengan terapannya di bidang industri. Karena makin banyaknya hal-hal yang masuk
pertimbangan ke proses perancangan/perencanaan, selain ilmu-ilmu dasar dan
terapan, produk-produk perancangan/perencanaan dapat menjadi obyek penelitian.
Penelitian seperti ini disebut sebagai penelitian evaluasi (evaluation research) karena mengkaji dan
mengevaluasi produk-produk tersebut untuk menggali pengetahuan/teori “yang
tidak terasa” melekat pada produk-produk tersebut (selain ilmu-ilmu dasar dan
terapan yang sudah ada sebelumnya).
Bila tidak
melihat apakah penelitian dasar atau terapan, maka macam penelitian menurut
bidang ilmu dapat dibedakan langsung sesuai macam ilmu. Contoh: penelitian
pendidikan, penelitian keteknikan, penelitian ruang angkasa, pertanian, perbankan,
kedokteran, keolahragaan, dan sebagainya (Arikunto, 1998: 11).
Ragam
Penelitian menurut Pembentukan Ilmu
Ilmu dapat dibentuk lewat penelitian induktif atau penelitian deduktif.
Diterangkan secara sederhana, penelitian induktif adalah penelitian yang
menghasilkan teori atau hipotesis, sedangkan penelitian deduktif merupakan
penelitian yang menguji (mengetes) teori atau hipotesis (Buckley dkk., 1976:
21). Penelitian deduktif diarahkan oleh hipotesis yang kemudian teruji atau
tidak teruji selama proses penelitian. Penelitian induktif diarahkan oleh
keingintahuan ilmiah dan upaya peneliti dikonsentrasikan pada prosedur
pencarian dan analisis data (Buckley dkk., 1976: 23). Setelah suatu teori lebih
mantap (dengan penelitian deduktif) manusia secara alamiah ingin tahu lebih
banyak lagi atau lebih rinci, maka dilakukan lagi penelitian induktif, dan
seterusnya beriterasi sehingga khazanah ilmu pengetahuan semakin bertambah
lengkap. Secara lebih jelas, penelitian deduktif dilakukan berdasar logika deduktif,
dan penelitian induktif dilaksanakan berdasar penalaran induktif (Leedy, 1997:
94-95). Logika deduktif dimulai dengan premis mayor (teori umum); dan berdasar
premis mayor dilakukan pengujian terhadap sesuatu (premis minor) yang diduga
mengikuti premis mayor tersebut. Misal, dulu kala terdapat premis mayor bahwa
bumi berbentuk datar, maka premis minornya misalnya adalah bila kita berlayar
terus menerus ke arah barat atau timur maka akan sampai pada tepi bumi.
Kelemahan dari logika deduktif adalah bila premis mayornya keliru.
Kebalikan dari logika deduktif adalah penalaran induktif. Penalaran
induktif dimulai dari observasi empiris (lapangan) yang menghasilkan banyak
data (premis minor). Dari banyak data tersebut dicoba dicari makna yang sama
(premis mayor)—yang merupakan teori sementara (hipotesis), yang perlu diuji
dengan logika deduktif.
Ragam Penelitian menurut
Bentuk data (kuantitatif atau kualitatif)
Macam penelitian dapat pula dibedakan dari
“bentuk” datanya, dalam arti data berupa data kuantitatif atau data kualitatif.
Data kuantitatif diartikan sebagai data yang berupa angka yang dapat diolah
dengan matematika atau statistik, sedangkan data kualitatif adalah sebaliknya
(yaitu: datanya bukan berupa angka yang dapat diolah dengan matematika atau statistik).
Meskipun demikian, kadang dilakukan upaya kuantifikasi terhadap data kualitatif
menjadi data kuantitatif. Misal, persepsi dapat diukur dengan membubuhkan angka
dari 1 sampai 5.
Penelitian yang datanya berupa data
kualitatif disebut penelitian kuantitatif. Dalam penelitian seperti itu, sering dipakai statistik
atau pemodelan matematik. Sebaliknya, penelitian yang mengolah data kualitatif
disebut sebagai penelitian kualitatif. Berkaitan dengan macam paradigma
(positivisme, rasionalisme, fnomenologi) yang dibahas di bagian berikut, macam
penelitian dapat dikombinasikan, misal: penelitian rasionalisme kuantitatif,
penelitian rasionalisme kualitatif (misal: penelitian yang mengkait pola kota
atau pola desain bangunan).
Ragam
Penelitian menurut Paradigma Keilmuan
Menurut Muhajir (1990), terdapat tiga macam paradigma keilmuan yang
berkaitan dengan penelitian, yaitu: (1) positivisme, (2) rasionalisme, dan (3)
fenomenologi. Ketiga macam penelitian ini dapat dibedakan dalam beberapa sudut
pandang (a) sumber kebenaran/teori, dan (2) teori yang dihasilkan dari
penelitian. Dari sudut pandang sumber kebenaran, paradigma positivisme percaya
bahwa kebenaran hanya bersumber dari empiri sensual, yaitu yang dapat ditangkap
oleh pancaindera, sedangkan paradigma rasionalisme percaya bahwa sumber
kebenaran tidak hanya empiri sensual, tapi juga empiri logik (pikiran:
abstraksi, simplifikasi), dan empiri etik (idealisasi realitas). Paradigma
fenomenologi menambah semua empiri yang dipercaya sebagai sumber kebenaran oleh
rasionalisme dengan satu lagi yaitu empiri transcendental (keyakinan; atau yang
berkaitan dengan Ke-Tuhan-an). Dari pandangan teori yang dihasilkan, penelitian
dengan berbasis paradigma positivisme atau rasionalisme, keduanya menghasilkan
sumbangan kepada khazanah ilmu nomotetik (prediksi dan hukum-hukum dari
generalisasi). Di lain pihak, penelitian berbasis fenomenologi tidak berupaya
membangun ilmu dari generalisasi, tapi ilmu idiografik (khusus berlaku untuk
obyek yang diteliti). Sering ditanyakan manfaat dari ilmu yang berlaku local
dibandingkan ilmu yang berlaku umum (general).
Keduanya saling melengkapi, karena ilmu lokal menjelaskan kekhasan
obyek dibandingkan yang umum. Misal, kini sedang berkembang ilmu tentang ASEAN (ASEAN studies). Manfaat dari ilmu semacam
ini dapat dicontohkan sebagai berikut: di negara barat, banyak orang ingin
berdagang di ASEAN; agar berhasil baik, mereka perlu mempelajari
tatacara/kebiasaan/kultur berdagang di ASEAN, maka mereka mempelajari ilmu
lokal yang menjelaskan perbedaan tatacara perdagangan di kawasan tersebut
dibanding tatacara perdagangan yang umum di dunia.
Untuk lebih menjelaskan perbedaan antar ketiga macam penelitian berbasis
tiga macam paradigma yang berbeda tersebut, di bawah ini (lihat Tabel
Ragam-1)satu per satu dibahas lebih lanjut, terutama dari (a) kerangka teori
sebagai persiapan penelitian, (b) kedudukan obyek dengan lingkungannya, (c)
hubungan obyek dan peneliti, dan (d) generalisasi hasil—sumber: Muhadjir
(1990).
Ragam
Penelitian menurut Strategi (Opini, Empiris, Arsip, Logika internal)
Buckley dkk. (1976: 23) menjelaskan arti metodologi, strategi, domain,
teknik, sebagai berikut:
1)
Metodologi merupakan kombinasi
tertentu yang meliputi strategi, domain, dan teknik yang dipakai untuk
mengembangkan teori (induksi) atau menguji teori (deduksi).
2) Strategi
terkait dengan sifat alamiah yang esensial dari data dan proses data tersebut
dikumpulkan dan diolah.
3)
Domain berkaitan dengan sumber data dan lingkungannya.
4)
Teknik terkait dengan alat pengumpulan dan pengolahan data. Teknik
dibedakan dua macam, yaitu:
a)
Teknik “formal” merupakan teknik yang diterapkan secara obyektif dan
menggunakan data kuantitatif.
b)
Teknik “informal” merupakan teknik yang diterapkan secara subyektif dan
menggunakan data kualitatif.
Secara lebih
sederhana, dapat dikatakan bahwa strategi berkaitan dengan “cara” kita
melakukan pengembangan atau pengujian teori. Berkaitan dengan strategi, ragam
penelitian dapat dibedakan menjadi empat, yaitu penelitian: (1) opini, (2)
empiris, (3) kearsipan, dan (4) analitis.
1.
Penelitian
Opini
Bila peneliti mencari pandangan atau persepsi orang-orang terhadap suatu
permasalahan, maka ia melakukan penelitian opini. Orang-orang tersebut dapat merupakan
kelompok atau perorangan (jadi domain-nya
dapat berupa kelompok atau individual). Terdapat banyak ragam metode/teknik
yang dapat dipakai untuk penelitian opini perorangan, salah satunya yang
populer dan formal adalah: metode penelitian survei (survey research)1. Selain itu,
penjaringan persepsi perorangan yang informal dapat dilakukan dengan teknik
wawancara. Untuk mengumpulkan opini kelompok, secara formal, dapat dipakai
metode Delphi. Metode ini dilakukan terhadap kelompok pakar, untuk
mengembangkan konsensus—atau tidak adanya konsensus—dengan menghindari pengaruh
opini antar pakar2. Teknik informal untuk menggali opini kelompok dapat
dilakukan antara lain dengan curah gagas (brainstorming)3. Cara ini dilakukan dengan (a) menfokuskan pada satu
masalah yang jelas, (b) terima semua ide, tanpa disangkal, tanpa melihat layak
atau tidak, dan (c) katagorikan ide-ide tersebut.
2.
Penelitian
Empiris
Empiris
terkait dengan observasi atau kejadian yang dialami sendiri oleh peneliti.
Penelitian empiris dapat dibedakan dalam tiga macam bentuk, yaitu: studi kasus,
studi lapangan, dan studi laboratorium. Ketiga macam penelitian ini dapat
dibedakan dari dua sudut pandang, yaitu: (a) keberadaan rancangan eksperimen,
dan (b) keberadaan kendali eksperimen—seperti terlihat pada tabel berikut:
1.
Penelitian
Kearsipan
“Arsip”, dalam hal ini, diartikan sebagai rekaman fakta yang disimpan. Kita
bedakan tiga tipe arsip, yaitu: (1) primer, (2) sekunder, dan (3) fisik. Dua
tipe yang pertama berkaitan dengan arsip tertulis, tape, dan bentuk -bentuk
lain dokumentasi. Arsip primer adalah rekaman fakta langsung oleh perekamnya
(misal: data perkantoran), sedangkan arsip sekunder merupakan hasil rekaman
orang/pihak lain. Tipe ketiga, yaitu arsip fisik, dapat berupa batu candi,
jejak kaki, dan sebagainya. Teknik informal dalam penelitian ini berupa antara
lain: scanning dan observasi.
Teknik formal untuk arsip tertulis primer dapat dilakukan dengan metode
analisis isi (content analysis). Terhadap
arsip sekunder dapat dilakukan teknik sampling,
sedangkan terhadap arsip fisik dapat dilakukan antara lain dengan pengukuran
erosi dan akresi (untuk penelitian arkeologi).
2.
Penelitian
Analitis
Terdapat
problema penelitian yang tidak dapat dipecahkan dengan penelitian opini,
empiris atau kearsipan. Penelitian tersebut perlu dipecahkan secara analitis,
yaitu dilakukan dengan cara memecah problema menjadi sub-sub problema (atau
variabel-variabel) dan dicari karakteristik tiap sub problema (variabel) dan
keterkaitan antar sub problema (variabel). Penelitian analitis sangatmenggantungkan diri pada
logika internal penelitinya, sehingga subyektivitas peneliti perlu dihindari.
Untuk itu, penelitian analitis perlu mendasarkan diri pada filsafat atau
logika. Terdapat berbagai teknik formal dalam penelitian analitis, antara lain:
logika matematis, pemodelan matematis, dan teknik organisasi formal (flowcharting, analisis jaringan, strategi
pengambilan keputusan, algoritma, heuristik). Catatan: Riset operasi merupakan
pengembangan dari penelitian analitis. Teknik informal untuk penelitian
analitis meliputi antara lain: skenario, dialektik, metode dikotomus, metode
teralogis—lihat Buckley dkk. (1976: 27).
Ragam
Penelitian menurut Lain-lain
Dalam literatur
terdapat banyak ragam penelitian menurut berbagai sudut pandang, dan tidak
semua ragam dapat dibahas disini. Pembahasan lain-lain hanya akan melihat ragam
penelitian bersumber dari tiga pustaka, yaitu buku Arikunto (1998), Suryabrata
(1983)4, dan Yin (1989)5.
1.
Ragam Penelitian menurut pendekatan—sumber: Arikunto (1998: 9-10)
a.
Penelitian dengan pendekatan longitudinal (satu obyek penelitian dilihat
bergerak sejalan dengan waktu)
b.
Penelitian dengan pendekatan penampang-silang (cross-sectional—yaitu banyak obyek penelitian dilihat pada
satu waktu yang sama).
2. Ragam
Penelitian—sumber: Suryabrata (1983: 15-64)
a.
Historis (membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif)
b.
Deskriptif (membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat
mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu)
c.
Perkembangan (menyelidiki pola dan urutan pertumbuhan dan/atau perubahan
sebagai fungsi waktu)
d.
Kasus/Lapangan (mempelajari secara intensif latar belakang keadaan sekarang
dan interaksi lingkungan suatu obyek)
e.
Korelasional (mengkaji tingkat keterkaitan antara variasi suatu faktor
dengan variasi faktor lain berdasar koefisien korelasi)
f.
Eksperimental sungguhan (menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan
melakukan kontrol/kendali)
g.
Eksperimental semu (mengkaji kemungkinan hubungan sebab akibat dalam
keadaan yang tidak memungkinkan ada kontrol/kendali, tapi dapat diperoleh
informasi pengganti bagi situasi dengan pengendalian)
h.
Kausal-komparatif (menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat, tapi
tidak dengan jalan eksperimen—dilakukan denganpengamatan terhadap data dari
faktor yang diduga menjadi penyebab, sebagai pembanding)
i.
Tindakan (mengembangkan ketrampilan baru atau pendekatan baru dan diterapkan
langsung serta dikaji hasilnya).
Ragam Penelitian &
Syarat penelitian
Melihat banyak ragam penelitian dari berbagai
sudut pandang dan dari berbagai pendapat para penulis, maka kita perlu
hati-hati dalam menyebut ragam penelitian kita, karena dengan istilah yang sama
tapi orang lain mungkin menangkap artinya secara berbeda. Sering pula untuk satu pengertian yang sama tapi diberi
istilah yang berbeda. Selain itu, perlu
diperhatikan bahwa penelitian perlu dilakukan dengan syarat:
1) SISTEMATIK
(menuruti prosedur tertentu, tidak ruwet), dan
2) OBYEKTIF
(tidak subyektif, dengan sampel yang cukup, dipublikasikan agar dapat
dievaluasi oleh kelompok pakar bidangnya/ peer)
Catatan: syarat menjadi peneliti yang baik meliputi antara lain: mampu
berpikir sistematis,
dan jujur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar